ABSTRAK
Irriyanti. 18211536
MORALITAS KORUPSI.
Jurnal.
Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Korupsi bukan lagi suatu pelanggaran hukum, akan tetapi
di Indonesia korupsi sudah sekedar menjadi suatu kebiasan.
Korupsi dilakukan, karena adanya empat unsur, yaitu niat
untuk melakukan, kemampuan untuk melakukan, peluang atau kesempatan dan target
yang cocok.Korupsi yang semakin subur dan seakan tak pernah ada
habisnya, baik ditingkat pusat sampai daerah merupakan bukti nyata betapa
bobroknya moralitas para pejabat pemerintahan kita.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagian ilmu sosial sudah menyatakan bahwa korupsi itu
sudah mengakar menjadi budaya bangsa Indonesia. Kalau benar pernyataan
tersebut, tentunya akan bertentangan dengan konsep bangsa Indonesia yang
memiliki nilai-nilai luhur seperti yang terkandung di Pancasila, ataupun
seperti yang telah diajarkan oleh agama-agama yang berkembang subur di
Indonesia. Korupsi bukan lagi suatu pelanggaran hukum, akan tetapi di Indonesia
korupsi sudah sekedar menjadi suatu kebiasan maka tidak heran negara Indonesia
termasuk salah satu negara terkorup di dunia. Korupsi yang semakin subur dan
seakan tak pernah ada habisnya, baik ditingkat pusat sampai daerah merupakan
bukti nyata betapa bobroknya moralitas para pejabat pemerintahan kita.
1.2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan
di atas, penulis merumuskan masalah, yaitu :
- Mengapa korupsi bisa terjadi dan sulit diberantas?
- Bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis?
- Siapa yang harus bertanggung jawab?
1.2.2 Batasan Masalah
Penulis membatasi masalah yakni hanya mencakup mengenai moralitas korupsi.
1.3 Tujuan Masalah
Tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui mengapa
korupsi bisa terjadi, bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis, dan
siapa yang harus bertanggung jawab.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kerangka Teori
2.1.1 Pengertian Moralitas
Moralitas berasal dari kata dasar “moral” berasal dari
kata “mos” yang berarti kebiasaan. Kata “mores” yang berarti kesusilaan, dari
“mos”, “mores”. Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum
mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan lain-lain, akhlak budi pekerti, dan
susila. Kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah,
berdisiplin dan sebagainya.
Moral secara etimologi diartikan :
- Keseluruhan kaidah-kaidah kesusilaan dan kebiasaan yang berlaku pada kelompok tertentu.
- Ajaran kesusilaan, dengan kata lain ajaran tentang azas dan kaidah kesusilaan yang dipelajari secara sistimatika dalam etika.
Moralitas yang secara leksikal dapat dipahami sebagai
suatu tata aturan yang mengatur pengertian baik atau buruk perbuatan
kemanusiaan, yang mana manusia dapat membedakan baik dan buruknya yang boleh
dilakukan dan larangan sekalipun dapat mewujudkannya, atau suatu azas dan
kaidah kesusilaan dalam hidup bermasyarakat.
2.1.2 Pengertian Korupsi
Korupsi adalah suatu perbuatan berupa penyelewengan
moral, cara, atau tindakan sehingga merubah suatu perkara atau hal ihwal yang
baik menjadi buruk, yang benar menjadi salah, yang adil menjadi zalim dan
sebagainya. Webster menyebutnya sebagai to
change from good to bad in morals, manners, or action, atau to degrade with unsound principles or moral
values.
Secara formal korupsi didefinisikan dalam UU Nomor 31
tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terutama Pasal 2 ayat 1
adalah setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri dan orang lain, korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Pasal 3 menyebutkan, setiap orang yang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara.
Dengan demikian korupsi adalah perbuatan berupa penyelewengan
moral, cara, atau tindakan sehingga merubah suatu perkara dimana yang baik
menjadi buruk, yang benar menjadi salah, melawan hukum memperkaya diri sendiri dan orang lain, korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dengan tujuan menguntungkan
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
2.1.3 Bentuk Korupsi
Beberapa bentuk korupsi diantaranya adalah sebagai
berikut :
- Penyuapan (bribery) mencakup tindakan memberi dan menerima suap, baik berupa uang maupun barang.
- Embezzlement merupakan tindakan penipuan dan pencurian sumber daya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang mengelola sumber daya tersebut, baik berupa dana publik atau sumber daya alam tertentu.
- Fraud merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang melibatkan penipuan (trickery or swindle). Termasuk didalamnya proses manipulasi atau mendistorsi informasi dan fakta dengan tujuan mengambil keuntungan-keuntungan tertentu.
- Extortion merupakan tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya dengan cara paksa atau disertai dengan intimidasi-intimidasi tertentu oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Lazimnya dilakukan oleh mafia-mafia lokal dan regional.
- Favouritism adalah mekanisme penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi pada tindakan privatisasi sumber daya.
- Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan negara.
- Serba kerahasiaan meskipun dilakukan secara kolektif atau korupsi berjamaah.
2.1.4 Jenis Korupsi
Menurut tokoh reformasi, yaitu M. Amien Rais menyatakan
bahwa jenis korupsi yang lebih operasional diklasifikasikan sedikitnya ada 4
jenis, sebagai berikut :
- Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha kepada penguasa.
- Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya.
- Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya.
- Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok
kekayaan negara secara sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan
sejumlah keuntungan pribadi.
2.1.5 Model Korupsi
Diantara model-model korupsi yang sering terjadi secara
praktis adalah :
- Pungutan liar adalah pengenaan biaya di tempat yang tidak seharusnya biaya dikenakan atau dipungut. Kebanyakan pungli dipungut oleh pejabat atau aparat, walaupun pungli termasuk ilegal dan digolongkan sebagai KKN, tetapi kenyataannya hal ini jamak terjadi di Indonesia.
- Penyuapan adalah usaha menggunakan suap untuk memperoleh atau mempertahankan bisnis, menerima perlindungan, atau memperoleh keuntungan yang tidak sah dari pihak lain (pemerintah, perusahaan lain).
- Pemerasan atau koersi (coercion) adalah praktik memaksa pihak lain untuk berperilaku di luar keinginannya (baik dengan bertindak atau tidak bertindak) menggunakan ancaman, imbalan, atau intimidasi atau bentuk lain dari tekanan atau paksaan. Ketika digunakan dalam bisnis tindakan tersebut biasanya untuk mendapatkan beberapa manfaat.
- Penggelapan (embezzlement) adalah pencurian aset (uang atau harta benda) oleh orang yang dipercayaa atau bertanggung jawab atas aset tersebut. Penggelapan biasanya terjadi dalam dunia pekerjaan dan perusahaan.
- Penyelundupan adalah perbuatan membawa barang atau orang secara ilegal dan tersembunyi, seperti keluar dari sebuah bangunan, ke dalam penjara, atau melalui perbatasan antarnegara, bertentangan dengan undang-undang atau peraturan lain.
- Pemberian (hadiah atau hibah) yang berkaitan dengan jabatan atau profesi seseorang.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mencari informasi dari berbagai sumber untuk menjawab rumusan dan tujuan masalah.
Adapun data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah
data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah
ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari
berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan
lain-lain.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Mengapa
korupsi bisa terjadi dan sulit diberantas?
Adapun penyebab
terjadinya korupsi di
Indonesia menurut Abdullah Hehamahua, berdasarkan kajian dan
pengalaman setidaknya ada 8 penyebab, yaitu sebagai berikut :
- Sistem Penyelenggaraan Negara yang Keliru. Sebagai Negara yang baru merdeka atau Negara yang baru berkembang, seharusnya prioritas pembangunan di bidang pendidikan. Tetapi selama puluhan tahun, mulai dari orde lama, orde baru sampai orde reformasi ini, pembangunan difokuskan pada bidang ekonomi. Padahal setiap Negara yang baru merdeka, terbatas dalam memiliki SDM, uang, manajemen, dan teknologi. Konsekuensinya, semuanya didatangkan dari luar negeri yang pada gilirannya, menghasilkan penyebab korupsi yang kedua, yaitu :
- Kompensasi PNS yang Rendah. Wajar apabila Negara yang baru merdeka tidak memiliki uang yang cukup untuk membayar kompensasi yang tinggi kepada pegawainya, tetapi disebabkan prioritas pembangunan di bidang ekonomi, sehingga secara fisik dan cultural melahirkan pola yang konsumerisme, sehingga 90 % PNS melakukan KKN. Baik berupa korupsi waktu, melakukan kegiatan pungli maupun mark up kecil-kecilan demi menyeimbangkan pemasukan dan pengeluaran pribadi/keluarga.
- Pejabat yang Serakah. Pola hidup konsumerisme yang dilahirkan oleh sistem pembangunan di atas mendorong pejabat untuk menjadi kaya secara instant. Lahirlah sikap serakah dimana pejabat menyalahgunakan wewenang dan jabatannya, melakukan mark up proyek-proyek pembangunan, bahkan berbisnis dengan pengusaha, baik dalam bentuk menjadi komisaris maupun menjadi salah seorang share holder dari perusahaan tersebut.
- Law Enforcement Tidak Berjalan. Disebabkan para pejabat serakah dan PNS-nya KKN karena gaji yang tidak cukup, maka boleh dibilang penegakan hokum tidak berjalan hamper di seluruh lini kehidupan, baik di instansi pemerintahan maupun di lemmbaga kemasyarakatan karena segala sesuatu diukur dengan uang. Lahirlah kebiasaan plesetan kata-kata seperti KUHP (Kasih Uang Habis Perkara), Tin ( Ten persen ), Ketuhanan Yang Maha Esa (Keuangan Yang Maha Esa), daan sebagainya.
- Disebabkan law enforcement tidak berjalan dimana aparat penegak hukum bisa dibayar mulai dari polisi, jaksa, hakim, dan pengacara, maka hukuman yang dijatuhkan kepada para koruptor sangat ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi koruptor. Bahkan tidak menimbulkan rasa takut dalam masyarakat, sehingga pejabat dan pengusaha tetap melakukan proses KKN.
- Pengawasan yang Tidak Efektif. Dalam sistem manajemen yang modern selalu ada instrument yang internal kontrol yang bersifat in build dalam setiap unit kerja, sehingga sekecil apapun penyimpangan akan terdeteksi sejak dini dan secara otomatis pula dilakukan perbaikan. Internal kontrol di setiap unit tidak berfungsi karena pejabat atau pegawai terkait ber-KKN. Beberapa informasi dalam banyak media massa, untuk mengatasinya dibentuklah Irjen dan Bawasda yang bertugas melakukan internal audit.
- Tidak Ada Keteladanan Pemimpin. Ketika resesi ekonomi (1997), keadaan perekonomian Indonesia sedikit lebih baik dari Thailand. Namun pemimpin di tahailand memberi contoh kepada rakyatnya dalam pola hidup sederhana dan satunya kata dengan perbuatan, sehingga lahir dukungan moral dan material dari anggota masyarakat dan pengusaha. Dalam waktu relatif singkat, Thailand telah mengalami recovery ekonominya. Di Indonesia tidak ada pemimpin yang bisa dijadikan teladan, maka bukan saja perekonomian Negara yang belum recovery bahkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara makin mendekati jurang kehancuran.
- Budaya Masyarakat yang Kondusif KKN. Dalam Negara agraris seperti Indonesia, masyarakat cenderung paternalistik. Dengan demikian, mereka turut melakukan KKN dalam urusan sehari-hari seperti mengurus KTP, SIM, STNK, PBB, SPP, pendaftaran anak ke sekolah atau universitas, melamar kerja, dan lain-lain, karena meniru apa yang dilakukan oleh pejabat, elit politik, tokoh masyarakat, pemuka agama, yang oleh masyarakat diyakini sebagai perbuatan yang tidak salah.
Menurut Deputi Pemberantasan Pusat Pelaporan dan Analisi
Transaksi Keuangan (PPATK) Wizral Yanuar, ada beberapa hal yang membuat korupsi sulit dihilangkan di Indonesia, yaitu
sebagai berikut :
- Korupsi merupakan rantai kejahatan yang panjang, akibatnya sulit untuk mencari alat bukti guna mengusut atau menuntaskan kasus korupsi.
- Locus dilicti (tempat dan lokasi kejadian) dalam kasus korupsi terkadang bersifat lintas negara. Apalagi, alat atau sarana kejahatan semakin canggih.
- Adanya persepsi dari masyarakat Indonesia dalam memandang korupsi. "Saat ini korupsi, dipandang sebagai kebiasaan.”
- Kasus korupsi itu terkadang melibatkan banyak pihak dan berbelit.
Bagaimana
dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis?
Tindakan atau perilaku korupsi memiliki dampak terhadap
berbagai aspek kehidupan masyarakat, pada dampak ekonomi usaha menjadi tidak
efisien karena terlalu banyak biaya yang harus dikeluarkan mengurus masalah
perizinan, uang pelicin, pungutan liar.
Siapa yang harus bertanggung jawab?
Menurut Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana korupsi (KPK), aparat penegak hukum dalam
pemberantasan korupsi adalan Kejaksaan, Kepolisian dan KPK.
Tanggung jawab pemberantasan tindak pidana korupsi tidak hanya
tanggung jawab ketiga institusi tersebut tetapi juga seluruh instansi pemerintah
dan seluruh elemen masyarakat baik yang berbentuk lembaga swadaya masyarakat
maupun perorangan memiliki tanggung jawab yang sama dalam mempercepat
pemberantasan korupsi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
uraian pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Penyebab
terjadinya korupsi, yaitu sistem penyelenggaraan negara yang keliru, kompensasi
PNS yang rendah, pejabat yang serakah, law
enforcement tidak berjalan, disebabkan law
enforcement tidak berjalan
dimana aparat penegak
hukum bisa dibayar, pengawasan yang tidak efektif, tidak
ada keteladanan pemimpin, dan budaya masyarakat yang kondusif KKN.
Sulitnya korupsi untuk diberantas karena korupsi
merupakan rantai kejahatan yang panjang, tempat dan lokasi kejadian dalam kasus
korupsi terkadang bersifat lintas negara, adanya persepsi dari masyarakat
Indonesia memandang korupsi sebagai kebiasaan, dan korupsi melibatkan banyak
pihak.
Dampak
terhadap kegiatan bisnis, yaitu ekonomi usaha menjadi tidak efisien karena terlalu
banyak biaya yang harus dikeluarkan mengurus masalah perizinan, uang pelicin,
pungutan liar.
Tanggung
jawab pemberantasan tindak pidana korupsi tidak hanya tanggung jawab
ketiga institusi (Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK) tetapi juga seluruh instansi
pemerintah dan seluruh elemen masyarakat baik yang berbentuk lembaga wwadaya
masyarakat maupun perorangan.
5.2 Saran
Korupsi adalah kejahatan
luar biasa (extra ordinary
crime). Selain itu, masyarakat juga umumnya menggunakan istilah
korupsi untuk merujuk kepada serangkaian tindakan-tindakan terlarang atau
melawan hukum dalam rangka mendapatkan keuntungan dengan merugikan orang lain,
maka untuk pemberantasannya tidak melulu dengan institusi yang diatur dalam Undang-undang No. 30 Tahun 2002, yaitu
Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK tetapi juga tugas kita sebagai elemen masyarakat
yang baik dimana dapat dimulai dengan hal-hal terkecil, yaitu tidak melanggar
aturan dengan se-enaknya yang menjadi kebiasaan seperti tidak melanggar tata
tertib lalu lintas, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar