ABSTRAK
Irriyanti. 18211536
IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA : Iklan Peralihan Yang Dilakukan Oleh Sejumlah Operator Di Indonesia Yang Dianggap Mengganggu Dan Merampas Hak Pengguna
Jurnal. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Iklan bisa menjadi cara yang efektif dari segi biaya untuk mendistribusikan pesan, baik dengan tujuan membangun preferensi merek atau mendidik orang. Bahkan dalam lingkungan media yang penuh tantangan saat ini, iklan yang baik akan menghasilkan hasil yang memuaskan, seharusnya produsen melihat kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen.
Etikanya, orang yang memasang iklan harus izin. Karena jika tidak, media harus bertanggung jawab atas semua konten dalam medianya.
Estetikanya, iklan menggunakan kreativitas dan semenarik mungkin agar konsumen tertarik membeli produk barang dan jasa yang dipromosikan, serta merasa puas dan produsen mendapatkan manfaat dari produk yang dibeli konsumen.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Periklanan adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari bisnis modern. Iklan dianggap cara ampuh untuk menonjol dalam persaingan.
Fenomena periklanan ini menimbulkan pelbagai masalah yang berbeda. Salah satu masalah periklanan adalah masalah yang berasal dari konteks sosio-kultural dimana iklan-iklan yang setiap hari secara massal dan intensif dicurahkan di atas masyarakat melalui berbagai media komunikasi, pada umumnya tidak mendidik, tetapi sebaliknya justru menyebarluaskan selera yang rendah. Ditegaskan pula bahwa bisnis periklanan memamerkan suatu suasana hedonistis dan materialistis.
Iklan bukan saja menyesatkan dengan berbohong, tetapi juga dengan tidak mengatakan seluruh kebenaran, misalnya mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting untuk diketahui. Selain karena berbohong, iklan bisa bersifat tidak etis juga karena penipuan. Dalam konteks ini berbohong dan menipu tidak selamanya sama. Berbohong selalu berlangsung dalam rangka bahasa, baik lisan maupun tertulis. Sedangkan penipuan cakupannya lebih luas. Penipuan bisa berlangsung dalam rangka bahasa, tetapi juga bisa dilakukan dengan cara lain.
Jika proses penipuan dilakukan secara terus terang dan meningkat, maka lambat laun iklan tersebut akan menghancurkan jaringan kemitraan.
Berdasarkan uraian di atas, jurnal ini akan membahas tentang iklan dalam etika dan estetika khususnya pada iklan peralihan yang dilakukan oleh sejumlah operator di Indonesia yang dianggap mengganggu dan merampas hak pengguna.
1.2 Rumusan dan Batasan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, penulis merumuskan masalah, yaitu “bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen?”
1.2.2 Batasan Masalah
Penulis membatasi masalah yakni hanya mencakup mengenai iklan dalam etika dan estetika.
1.3 Tujuan Masalah
Tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kerangka Teori
2.1.1 Pengertian Periklanan
Menurut Kotler, “Periklanan (advertising) adalah semua bentuk terbayar atas presentasi nonpribadi dan promosi ide, barang atau jasa oleh sponsor yang jelas.” Iklan bisa menjadi cara yang efektif dari segi biaya untuk mendistribusikan pesan, baik dengan tujuan membangun preferensi merek atau mendidik orang. Bahkan dalam lingkungan media yang penuh tantangan saat ini, iklan yang baik akan menghasilkan hasil yang memuaskan.
2.1.2 Tujuan Iklan
Tujuan iklan (advertising goal) adalah tugas komunikasi khusus dan tingkat pencapaian yang harus dicapai dengan pemirsa tertentu dalam jangka waktu tertentu.
Tujuan iklan dapat diklasifikasikan menurut tujuannya, sebagai berikut :
- Iklan informatif. Bertujuan menciptakan kesadaran merek dan pengetahuan tentang produk atau fitur baru produk yang ada.
- Iklan persuasif. Bertujuan menciptakan kesukaan, preferensi, keyakinan, dan pembelian produk atau jasa.
- Iklan pengingat. Bertujuan menstimulasikan pembelian berulang produk dan jasa.
- Iklan penguat. Bertujuan meyakinkan pembeli saat ini bahwa mereka melakukan pilihan tepat.
Sonny Keraf membagi fungsi iklan dalam dua hal yaitu :
- Iklan sebagai pemberi informasi. Iklan sebagai pemberi informasi artinya iklan adalah media yang menjembatani antara produsen dan konsumen. Selain itu, bagi konsumen iklan adalah cara untuk membangun citra atau kepercayaan terhadap dirinya.
- Iklan sebagai pembentuk pendapat umum. Iklan sebagai pembentuk pendapat umum dipakai oleh propagandis sebagai cara untuk mempengaruhi opini publik.
2.1.4 Prinsip-prinsip Dasar Iklan
Prinsip-prinsip dasar iklan tersebut perlu diketahui sebelum membuat atau mengiklankan usaha bisnis agar iklan yang dibuat nantinya tidak melenceng dari tujuan. Ada beberapa prinsip dasar iklan antara lain :
- Adanya pesan tertentu. Dalam sebuah iklan, pasti ada pesan tertentu yang tersirat untuk pihak lain. Pesan yang disampaikan dalam sebuah iklan dapat berbentuk perpaduan antara pesan verbal dan pesan nonverbal.Pesan verbal adalah pesan yang disampaikan dalam bentuk kata-kata. pesan verbal dapat disampaikan melalui media cetak ataupun audio visual.Komunikasi nonverbal adalah proses komunikasi ketika pesan yang disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, kualitas suara, gaya emosi dan lain sebagainya.
- Dilakukan oleh komunikator (sponsor). Ciri sebuah iklan adalah bahwa pesan tersebut dibuat dan disampaikan oleh komunikator atau sponsor tertentu secara jelas dan mempunyai makna.
- Dilakukan dengan cara nonpersonal. Nonpersonal artinya tidak dalam bentuk tatap muka secara langsung, tetapi melalui sebuah media. Penyampaian pesan dapat disebut iklan bila dilakukan melalui media, baik itu media cetak atau audio visual seperti koran dan televisi.
- Disampaikan untuk khalayak tertentu. Sasaran khalayak yang dipilih tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa pada dasarnya setiap kelompok memiliki keinginan, kebutuhan, karakteristik, dan keyakinan tertentu terhadap sesuatu. Dengan demikian, pesan yang diberikan harus dirancang khusus sesuai dengan target khalayak.
- Dalam penyampain pesan dilakukan dengan cara membayar. Dalam kegiatan periklanan, istilah membayar sekarang ini harus dimaknai secara luas. Sebab, kata membayar tidak saja dilakukan dengan alat tukar uang, tetapi juga dengan cara barter berupa ruang, waktu, dan kesempatan.
- Penyampaian pesan tersebut, mengharapkan dampak tertentu. Semua iklan yang diciptakan dapat dipastikan memiliki tujuan tertentu, yaitu berupa dampak tertentu di tengah khalayak, misalnya saja agar khalayak mengikuti pesan iklan, seperti membeli produk tertentu dengan segera, setia menggunakan produk yang diiklankan dan lain sebagainya.
Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai dan moral pribadi perorangan dan konteks sosial menentukan apakah suatu perilaku tertentu dianggap sebagai perilaku yang etis atau tidak etis.
Menurut Magnis-Suseno menyatakan bahwa etika dan ajaran moral tidak berada disatu tingkat yang sama. Ajaran moral menetapkan bagaimana manusia harus hidup, apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak. Sedangkan etika membantu seseorang untuk mengerti mengapa ia harus mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana ia dapat mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral.
Dengan kata lain, etika sebagai ilmu menuntut manusia untuk berperilaku moral secara kritis dan rasional.
2.1.6 Pengertian Estetika
Estetika dan etika sebenarnya hampir tidak berbeda. Etika membahas masalah tingkah laku perbuatan manusia (baik dan buruk). Sedangkan estetika membahas tentang indah atau tidaknya sesuatu. Tujuan estetika adalah untuk menemukan ukuran yang berlaku umum tentang apa yang indah dan tidak indah itu. Yang jelas dalam hal ini adalah karya seni manusia atau mengenai alam semesta ini. Seperti dalam etika dimana kita sangat sukar untuk menemukan ukuran itu bahkan sampai sekarang belum dapat ditemukan ukuran perbuatan baik dan buruk yang dilakukan oleh manusia. Estetika juga menghadapi hal yang sama, sebab sampai sekarang belum dapat ditemukan ukuran yang dapat berlaku umum mengenai ukuran indah itu. Dalam hal ini ternyata banyak sekali teori yang membahas mengenai masalah ukuran indah itu. Zaman dahulu kala, orang berkata bahwa keindahan itu bersifat metafisika (abstrak). Sedangkan dalam teori modern, orang menyatakan bahwa keindahan itu adalah kenyataan yang sesungguhnya atau sejenis dengan hakikat yang sebenarnya bersifat tetap.
2.1.7 Iklan yang Berestetika
- Estetis. Estetis berkaitan dengan kelayakan, kepada siapa iklan itu ditujukan siapa target marketnya, siapa target audiennya, kapan iklan terebut harus ditayangkan.
- Estetika. Berkaitan dengan keindahan. Selain nilai etis iklan juga harus mengandung daya tarik seni, estetika.
2.1.8 Penilaian Etis Terhadap Iklan
Prinsip-prinsip etis memang penting, tapi tersedianya prinsip-prinsip etis ternyata tidak cukup untuk menilai moralitas sebuah iklan.
Menurut Bertens, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip-prinsip etis dalam periklanan :
- Maksud si pengiklan. Penilaian etis atau tidaknya suatu iklan tentu saja berkorelasi kuat dengan maksud si pengiklan, apabila maksud si pengiklan sudah tidak baik, maka sudah dapat dipastikan bahwa iklannya pun juga akan sulit dianggap etis oleh masyarakat.
- Isi iklan. Selain maksud si pengiklan, suatu iklan akan menjadi tidak etis apabila isi iklan tersebut kurang baik, misalnya saja iklan tentang minuman keras, terutama apabila disiarkan di Negara yang menjunjung tinggi adat ketimuran seperti Indonesia ini. Ada juga kontroversi iklan mengenai produk yang merugikan kesehatan masyarakat, apalagi kalau bukan rokok. Pemerintah dapat mengambil tindakan tegas untuk melarang iklan rokok yang ada dengan tujuan agar masyarakat tidak terpengaruh oleh rokok, terutama generasi muda dan remaja. Namun di sisi lain rokok boleh diperjualbelikan dengan legal, tentunya akan menuai banyak protes ketika iklan tentang rokok dilarang. Dalam hal seperti ini konsumen sendirilah yang harus memfilter iklan-iklan tersebut, dapat mempertimbangkan penggunaannya bagi kesehatannya, terutama resiko yang didapat daripada manfaat yang diperoleh.
- Keadaan publik yang tertuju. Dalam membuat iklan, pastilah sang produsen menargetkan iklannya tepat sasaran, yaitu tepat mengena pasar konsumen tertentu yang dituju, misalnya iklan mobil menargetkan iklannya dapat menarik bagi masyarakat golongan menengah ke atas (karena secara realitas merekalah yang mampu membeli). Hal ini apabila penyampaiannya kurang tepat, maka dapat menimbulkan perkara etika bagi golongan masyarakat dibawahnya. Apakah etis jika ada iklan tentang mobil yang mewah di tengah-tengah keadaan masyarakat yang sedang kacau dan mayoritas berada di bawah garis kemiskinan ? Karena dengan adanya iklan semacam ini, maka garis pemisah antara penduduk kaya dan miskin akan semakin tebal.
- Kebiasaan di bidang periklanan. Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi, dimana dalam tradisi itu, orang sudah biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Sudah ada aturan main yang disepakati secara implisit atau eksplisit dan yang seringkali tidak dapat dipisahkan dari etos yang menandai masyarakat itu.
Karena kemungkinan dipermainkannya kebenaran dan terjadinya manipulasi merupakan hal-hal rawan dalam bisnis periklanan, maka perlu adanya kontrol yang tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut. Menurut Bertens, kontrol terhadap iklan, antara lain :
- Kontrol oleh Pemerintah. Disini terletak tugas penting bagi pemerintah, yang harus melindungi masyarakat konsumen terhadap keganasan periklanan. Di Indonesia iklan tentang makanan dan obat diawasi secara langsung oleh BPPOM.
- Kontrol oleh para pengiklan. Dilakukan dengan menyusun sebuah kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang disetujui oleh profesi periklanan itu sendiri. Di Indonesia kita kita memiliki tata karma dan tata cara periklanan Indonesia yang disempurnakan (1996) yang dikeluarkan oleh AMLI (Asosiasi Perusahaan Media Luar Ruang Indonesia), ASPINDO (Asosiasi Pemrakarsa dan Penyantun Iklan Indonesia), PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia), SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar). Pengawasan kode etik ini dipercayakan kepada KPI (Komisi Periklanan Indonesia) yang terdiri atas unsur semua asosiasi pendukung dari tata karma tersebut.
- Kontrol oleh masyarakat. Beberapa lembaga juga turut menggalakkan etika periklanan, yaitu YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) dan lembaga pembinaan dan perlindungan konsumen. Lembaga-lembaga tersebut sebagai pengontrol atas kualitas dan kebenaran periklanan.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mencari informasi dari berbagai sumber untuk menjawab rumusan dan tujuan masalah.
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Di Indonesia, sangat menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika pada setiap perilaku kehidupan sehari-hari. Tentunya hal ini membuat para pelaku iklan juga harus mematuhi apa saja yang telah diatur dalam UU Penyiaran atau UU Pariwara Indonesia yang telah diatur agar sejalan dengan nilai-nilai sosial-budaya masyarakat. Oleh karena itu dibuatlah Etika Pariwara Indonesia (EPI) yang merupakan sekumpulan nilai dan pola laku moralitas periklanan, lebih lagi memiliki arti penting bagi mereka yang di pasar. EPI ini mengukuhkan adanya kepedulian yang setara pada industri periklanan, antara keharusan untuk melindungi konsumen atau masyarakat, dengan keharusan untuk dapat melindungi para pelaku periklanan agar dapat berprofesi dan berusaha dan memperoleh imbalan dari profesi atau usaha tersebut secara wajar.
Sepanjang yang menyangkut periklanan, EPI ini menjadi induk yang memayungi semua standar etika periklanan intern yang terdapat pada kode etik masing-masing asosiasi atau lembaga pengemban dan pendukungnya.
Menurut EPI, iklan dan pelaku periklanan harus :
- Jujur, benar, dan bertanggung jawab
- Bersaing secara sehat
- Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku
Pertumbuhan pengguna perangkat mobile di Indonesia diakui sangat tinggi di Indonesia. Bahkan, menurut survei lembaga Gfk, Indonesia dinobatkan sebagai pengguna smartphone terbesar di Asia Tenggara.
Hal tersebut tentunya membuka peluang bagi para mobile marketer untuk menggaet calon pelanggannya melalui media digital, khususnya smartphone. Namun, para pengiklan mobile hendaknya juga bertanggung jawab dan memperhatikan etika dalam beriklan melalui mobile. Selain itu, para stakeholders juga harus tahu etika.
Saat ini seringkali muncul iklan mobile yang kontennya dirasa kurang tepat, seperti iklan mobile yang tiba-tiba muncul saat pengguna membuka halaman web tertentu. Iklan yang ditampilkan pun kadang memuat foto-foto yang sensual.
Padahal, dengan menyasar pengguna mobile, iklan tersebut bisa diterima oleh pengguna dari semua kalangan umur.
Kasus di atas adalah sebuah kasus dimana iklan tersebut dianggap sebagai iklan peralihan. Iklan peralihan ini umumnya mempunyai dua bentuk, yakni interstitial ads dan offdeck ads. Jenis yang pertama biasanya ditayangkan dalam satu layar penuh sebelum pengguna masuk ke halaman situs yang dituju. Sementara itu, offdeck ads merupakan format iklan yang disisipkan di bagian atas halaman sebuah situs.
Keberadaan iklan tersebut tidak hanya mengganggu masyarakat, tetapi juga merugikan pemilik media.
Etikanya, orang yang memasang iklan harus izin. Maka, dalam aturan baru semua penayangan harus mendapat persetujuan. Karena jika tidak, media harus bertanggung jawab atas semua konten dalam medianya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
- Pertumbuhan pengguna perangkat mobile di Indonesia diakui sangat tinggi di Indonesia.
- Hal tersebut tentunya membuka peluang bagi para mobile marketer untuk menggaet calon pelanggannya melalui media digital, khususnya smartphone. Para pengiklan mobile hendaknya juga bertanggung jawab dan memperhatikan etika dalam beriklan melalui mobile. Selain itu, para stakeholders juga harus tahu etika.
- Saat ini seringkali muncul iklan mobile yang kontennya dirasa kurang
tepat, seperti iklan mobile yang
tiba-tiba muncul saat pengguna membuka halaman web tertentu. Iklan yang
ditampilkan pun kadang memuat foto-foto yang sensual. Ini disebut sebagai iklan
peralihan dimana keberadaan iklan tersebut tidak hanya mengganggu masyarakat, tetapi juga
merugikan pemilik media.
Dalam mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dalam hal ini adalah promosi dalam bentuk iklan, yaitu cara yang efektif dari segi biaya untuk mendistribusikan pesan, baik dengan tujuan membangun preferensi merek atau mendidik orang. Bahkan dalam lingkungan media yang penuh tantangan saat ini, iklan yang baik akan menghasilkan hasil yang memuaskan, seharusnya produsen melihat kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen.
Iklan dan pelaku periklanan harus :
- Jujur, benar, dan bertanggung jawab
- Bersaing secara sehat
- Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku
Estetikanya, iklan menggunakan kreativitas dan semenarik mungkin agar konsumen tertarik membeli produk barang dan jasa yang dipromosikan, serta merasa puas dan produsen mendapatkan manfaat dari produk yang dibeli konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Sonny. 2008. Etika Bisnis. Yogyakarta : Kanisius.
Kotler, Philip. 2008. Manajemen Pemasaran. Jakarta : Erlangga.
http://satucitra.co.id/unduh/Etika-Pariwara-Indonesia.pdf
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=116979&val=5330&title=
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/09/10/154108026/Dewan.Periklanan.Indonesia.Iklan.Peralihan.Tidak.Etis
http://tekno.kompas.com/read/2014/10/08/16000027/iklan.peralihan.disebut.pelanggaran.pidana.berat
http://prantisayekti.files.wordpress.com/2011/08/etika-dan-estetika-periklanan.pptx
http://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=904&res=jpz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar