Pages

Kamis, 01 Januari 2015

MORALITAS KORUPSI

ABSTRAK


Irriyanti. 18211536
MORALITAS KORUPSI.
Jurnal. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014

Korupsi bukan lagi suatu pelanggaran hukum, akan tetapi di Indonesia korupsi sudah sekedar menjadi suatu kebiasan.
Korupsi dilakukan, karena adanya empat unsur, yaitu niat untuk melakukan, kemampuan untuk melakukan, peluang atau kesempatan dan target yang cocok.Korupsi yang semakin subur dan seakan tak pernah ada habisnya, baik ditingkat pusat sampai daerah merupakan bukti nyata betapa bobroknya moralitas para pejabat pemerintahan kita.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang


Sebagian ilmu sosial sudah menyatakan bahwa korupsi itu sudah mengakar menjadi budaya bangsa Indonesia. Kalau benar pernyataan tersebut, tentunya akan bertentangan dengan konsep bangsa Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur seperti yang terkandung di Pancasila, ataupun seperti yang telah diajarkan oleh agama-agama yang berkembang subur di Indonesia. Korupsi bukan lagi suatu pelanggaran hukum, akan tetapi di Indonesia korupsi sudah sekedar menjadi suatu kebiasan maka tidak heran negara Indonesia termasuk salah satu negara terkorup di dunia. Korupsi yang semakin subur dan seakan tak pernah ada habisnya, baik ditingkat pusat sampai daerah merupakan bukti nyata betapa bobroknya moralitas para pejabat pemerintahan kita.

1.2.1  Rumusan Masalah



Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, penulis merumuskan masalah, yaitu :
  1. Mengapa korupsi bisa terjadi dan sulit diberantas?
  2. Bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis?
  3. Siapa yang harus bertanggung jawab?

1.2.2  Batasan Masalah

Penulis membatasi masalah yakni hanya mencakup mengenai moralitas korupsi.

1.3    Tujuan Masalah

Tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui mengapa korupsi bisa terjadi, bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis, dan siapa yang harus bertanggung jawab.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1     Kerangka Teori

2.1.1  Pengertian Moralitas

Moralitas berasal dari kata dasar “moral” berasal dari kata “mos” yang berarti kebiasaan. Kata “mores” yang berarti kesusilaan, dari “mos”, “mores”. Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan lain-lain, akhlak budi pekerti, dan susila. Kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin dan sebagainya.

Moral secara etimologi diartikan :
  • Keseluruhan kaidah-kaidah kesusilaan dan kebiasaan yang berlaku pada kelompok tertentu.
  • Ajaran kesusilaan, dengan kata lain ajaran tentang azas dan kaidah kesusilaan yang dipelajari secara sistimatika dalam etika. 
Moralitas yang secara leksikal dapat dipahami sebagai suatu tata aturan yang mengatur pengertian baik atau buruk perbuatan kemanusiaan, yang mana manusia dapat membedakan baik dan buruknya yang boleh dilakukan dan larangan sekalipun dapat mewujudkannya, atau suatu azas dan kaidah kesusilaan dalam hidup bermasyarakat.

2.1.2  Pengertian Korupsi

Korupsi adalah suatu perbuatan berupa penyelewengan moral, cara, atau tindakan sehingga merubah suatu perkara atau hal ihwal yang baik menjadi buruk, yang benar menjadi salah, yang adil menjadi zalim dan sebagainya. Webster menyebutnya sebagai to change from good to bad in morals, manners, or action, atau to degrade with unsound principles or moral values.

Secara formal korupsi didefinisikan dalam UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terutama Pasal 2 ayat 1 adalah setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri dan orang lain, korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Pasal 3 menyebutkan, setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Dengan demikian korupsi adalah perbuatan berupa penyelewengan moral, cara, atau tindakan sehingga merubah suatu perkara dimana yang baik menjadi buruk, yang benar menjadi salah, melawan hukum memperkaya diri sendiri dan orang lain, korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.

2.1.3   Bentuk Korupsi

Beberapa bentuk korupsi diantaranya adalah sebagai berikut :
  • Penyuapan (bribery) mencakup tindakan memberi dan menerima suap, baik berupa uang maupun barang.
  • Embezzlement merupakan tindakan penipuan dan pencurian sumber daya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang mengelola sumber daya tersebut, baik berupa dana publik atau sumber daya alam tertentu.
  • Fraud merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang melibatkan penipuan (trickery or swindle). Termasuk didalamnya proses manipulasi atau mendistorsi informasi dan fakta dengan tujuan mengambil keuntungan-keuntungan tertentu.
  • Extortion merupakan tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya dengan cara paksa atau disertai dengan intimidasi-intimidasi tertentu oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Lazimnya dilakukan oleh mafia-mafia lokal dan regional.
  • Favouritism adalah mekanisme penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi pada tindakan privatisasi sumber daya.
  • Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan negara.
  • Serba kerahasiaan meskipun dilakukan secara kolektif atau korupsi berjamaah.
2.1.4  Jenis Korupsi


Menurut tokoh reformasi, yaitu M. Amien Rais menyatakan bahwa jenis korupsi yang lebih operasional diklasifikasikan sedikitnya ada 4 jenis, sebagai berikut :
  • Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha kepada penguasa.
  • Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya.
  • Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya.
  • Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan pribadi.

2.1.5  Model Korupsi

Diantara model-model korupsi yang sering terjadi secara praktis adalah :
  • Pungutan liar adalah pengenaan biaya di tempat yang tidak seharusnya biaya dikenakan atau dipungut. Kebanyakan pungli dipungut oleh pejabat atau aparat, walaupun pungli termasuk ilegal dan digolongkan sebagai KKN, tetapi kenyataannya hal ini jamak terjadi di Indonesia.
  • Penyuapan adalah usaha menggunakan suap untuk memperoleh atau mempertahankan bisnis, menerima perlindungan, atau memperoleh keuntungan yang tidak sah dari pihak lain (pemerintah, perusahaan lain).
  • Pemerasan atau koersi (coercion) adalah praktik memaksa pihak lain untuk berperilaku di luar keinginannya (baik dengan bertindak atau tidak bertindak) menggunakan ancaman, imbalan, atau intimidasi atau bentuk lain dari tekanan atau paksaan. Ketika digunakan dalam bisnis tindakan tersebut biasanya untuk mendapatkan beberapa manfaat.
  • Penggelapan (embezzlement) adalah pencurian aset (uang atau harta benda) oleh orang yang dipercayaa atau bertanggung jawab atas aset tersebut. Penggelapan biasanya terjadi dalam dunia pekerjaan dan perusahaan.
  • Penyelundupan adalah perbuatan membawa barang atau orang secara ilegal dan tersembunyi, seperti keluar dari sebuah bangunan, ke dalam penjara, atau melalui perbatasan antarnegara, bertentangan dengan undang-undang atau peraturan lain.
  • Pemberian (hadiah atau hibah) yang berkaitan dengan jabatan atau profesi seseorang.

BAB III
METODE PENELITIAN


3.1  Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mencari informasi dari berbagai sumber untuk menjawab rumusan dan tujuan masalah.
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1  Pembahasan

Mengapa korupsi bisa terjadi dan sulit diberantas?

Adapun  penyebab  terjadinya  korupsi  di  Indonesia  menurut  Abdullah Hehamahua, berdasarkan kajian dan pengalaman setidaknya ada 8 penyebab, yaitu sebagai berikut :
  1. Sistem Penyelenggaraan Negara yang Keliru. Sebagai Negara yang baru merdeka atau Negara yang baru berkembang, seharusnya prioritas pembangunan  di  bidang  pendidikan.  Tetapi  selama  puluhan  tahun,  mulai  dari  orde  lama, orde  baru  sampai  orde  reformasi  ini,  pembangunan  difokuskan  pada  bidang  ekonomi. Padahal setiap Negara yang baru merdeka, terbatas dalam memiliki SDM, uang, manajemen, dan  teknologi.  Konsekuensinya,  semuanya  didatangkan  dari  luar  negeri  yang  pada gilirannya, menghasilkan penyebab korupsi yang kedua, yaitu :
  2. Kompensasi PNS yang Rendah. Wajar apabila Negara yang baru merdeka tidak memiliki uang yang cukup untuk membayar kompensasi  yang  tinggi  kepada  pegawainya,  tetapi  disebabkan  prioritas  pembangunan  di bidang  ekonomi,  sehingga  secara  fisik  dan  cultural  melahirkan  pola  yang  konsumerisme, sehingga  90  %  PNS  melakukan  KKN.  Baik  berupa  korupsi  waktu,  melakukan  kegiatan pungli  maupun  mark  up  kecil-kecilan  demi  menyeimbangkan  pemasukan  dan  pengeluaran pribadi/keluarga.
  3. Pejabat yang Serakah. Pola  hidup konsumerisme  yang  dilahirkan  oleh  sistem pembangunan  di  atas  mendorong pejabat  untuk  menjadi  kaya  secara  instant. Lahirlah sikap serakah  dimana  pejabat menyalahgunakan  wewenang  dan  jabatannya,  melakukan  mark  up    proyek-proyek pembangunan,  bahkan  berbisnis  dengan  pengusaha,  baik  dalam  bentuk  menjadi  komisaris maupun menjadi salah seorang share holder  dari perusahaan tersebut.
  4. Law Enforcement  Tidak Berjalan. Disebabkan  para  pejabat  serakah  dan  PNS-nya  KKN  karena  gaji  yang  tidak  cukup,  maka boleh  dibilang  penegakan  hokum  tidak  berjalan  hamper  di  seluruh  lini  kehidupan,  baik  di instansi  pemerintahan  maupun  di  lemmbaga  kemasyarakatan  karena  segala  sesuatu  diukur dengan  uang.  Lahirlah  kebiasaan  plesetan  kata-kata  seperti  KUHP  (Kasih  Uang  Habis Perkara), Tin ( Ten persen ), Ketuhanan Yang Maha Esa (Keuangan Yang Maha Esa), daan sebagainya.
  5. Disebabkan  law  enforcement  tidak  berjalan  dimana  aparat  penegak  hukum  bisa  dibayar mulai dari polisi, jaksa, hakim, dan pengacara, maka hukuman yang dijatuhkan kepada para koruptor  sangat  ringan  sehingga  tidak  menimbulkan  efek  jera  bagi  koruptor.  Bahkan  tidak menimbulkan  rasa  takut  dalam  masyarakat,  sehingga  pejabat  dan  pengusaha  tetap melakukan proses KKN.
  6. Pengawasan yang Tidak Efektif. Dalam  sistem  manajemen    yang  modern  selalu  ada  instrument  yang  internal  kontrol  yang  bersifat  in  build  dalam  setiap  unit  kerja,  sehingga  sekecil  apapun  penyimpangan  akan terdeteksi sejak dini dan secara otomatis pula dilakukan perbaikan. Internal kontrol di setiap unit  tidak  berfungsi  karena  pejabat  atau  pegawai  terkait  ber-KKN.  Beberapa  informasi dalam  banyak  media  massa,  untuk  mengatasinya  dibentuklah  Irjen  dan  Bawasda  yang bertugas melakukan internal audit.
  7. Tidak Ada Keteladanan Pemimpin. Ketika  resesi  ekonomi  (1997),  keadaan  perekonomian  Indonesia  sedikit  lebih  baik  dari Thailand.  Namun  pemimpin  di  tahailand  memberi    contoh  kepada  rakyatnya  dalam  pola hidup  sederhana  dan  satunya  kata  dengan  perbuatan,  sehingga  lahir  dukungan  moral  dan material  dari  anggota  masyarakat  dan  pengusaha.  Dalam  waktu  relatif  singkat,  Thailand telah  mengalami  recovery  ekonominya.  Di  Indonesia  tidak  ada  pemimpin  yang  bisa dijadikan  teladan,  maka  bukan  saja  perekonomian  Negara  yang    belum  recovery  bahkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara makin mendekati jurang kehancuran.
  8. Budaya Masyarakat yang Kondusif KKN. Dalam  Negara  agraris  seperti  Indonesia,  masyarakat  cenderung  paternalistik.  Dengan demikian,  mereka  turut  melakukan  KKN  dalam  urusan  sehari-hari  seperti  mengurus  KTP, SIM,  STNK,  PBB,  SPP,  pendaftaran  anak  ke  sekolah  atau  universitas,  melamar  kerja,  dan lain-lain,  karena  meniru  apa  yang  dilakukan  oleh  pejabat,  elit  politik,  tokoh  masyarakat, pemuka  agama,  yang  oleh  masyarakat  diyakini  sebagai  perbuatan  yang  tidak salah.
Menurut Deputi Pemberantasan Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan (PPATK) Wizral Yanuar, ada beberapa hal yang membuat korupsi sulit dihilangkan di Indonesia, yaitu sebagai berikut :
  1. Korupsi merupakan rantai kejahatan yang panjang, akibatnya sulit untuk mencari alat bukti guna mengusut atau menuntaskan kasus korupsi.
  2. Locus dilicti (tempat dan lokasi kejadian) dalam kasus korupsi terkadang bersifat lintas negara. Apalagi, alat atau sarana kejahatan semakin canggih.
  3. Adanya persepsi dari masyarakat Indonesia dalam memandang korupsi. "Saat ini korupsi, dipandang sebagai kebiasaan.”
  4. Kasus korupsi itu terkadang melibatkan banyak pihak dan berbelit.
Bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis?
Tindakan atau perilaku korupsi memiliki dampak terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat, pada dampak ekonomi usaha menjadi tidak efisien karena terlalu banyak biaya yang harus dikeluarkan mengurus masalah perizinan, uang pelicin, pungutan liar.

Siapa yang harus bertanggung jawab?
Menurut Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana korupsi (KPK), aparat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi adalan Kejaksaan, Kepolisian dan KPK.
Tanggung jawab pemberantasan tindak pidana korupsi tidak hanya tanggung jawab ketiga institusi tersebut tetapi juga seluruh instansi pemerintah dan seluruh elemen masyarakat baik yang berbentuk lembaga swadaya masyarakat maupun perorangan memiliki tanggung jawab yang sama dalam mempercepat pemberantasan korupsi.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1  Kesimpulan

Berdasarkan uraian pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

Penyebab terjadinya korupsi, yaitu sistem penyelenggaraan negara yang keliru, kompensasi PNS yang rendah, pejabat yang serakah, law enforcement tidak berjalan, disebabkan  law  enforcement  tidak  berjalan  dimana  aparat  penegak  hukum  bisa  dibayar, pengawasan yang tidak efektif, tidak ada keteladanan pemimpin, dan budaya masyarakat yang kondusif KKN.

Sulitnya korupsi untuk diberantas karena korupsi merupakan rantai kejahatan yang panjang, tempat dan lokasi kejadian dalam kasus korupsi terkadang bersifat lintas negara, adanya persepsi dari masyarakat Indonesia memandang korupsi sebagai kebiasaan, dan korupsi melibatkan banyak pihak.

Dampak terhadap kegiatan bisnis, yaitu ekonomi usaha menjadi tidak efisien karena terlalu banyak biaya yang harus dikeluarkan mengurus masalah perizinan, uang pelicin, pungutan liar.

Tanggung jawab pemberantasan tindak pidana korupsi tidak hanya tanggung jawab ketiga institusi (Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK) tetapi juga seluruh instansi pemerintah dan seluruh elemen masyarakat baik yang berbentuk lembaga wwadaya masyarakat maupun perorangan.

5.2  Saran

Korupsi adalah kejahatan  luar  biasa  (extra  ordinary  crime). Selain itu, masyarakat juga umumnya menggunakan istilah korupsi untuk merujuk kepada serangkaian tindakan-tindakan terlarang atau melawan hukum dalam rangka mendapatkan keuntungan dengan merugikan orang lain, maka untuk pemberantasannya tidak melulu dengan institusi yang diatur dalam Undang-undang No. 30 Tahun 2002, yaitu Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK tetapi juga tugas kita sebagai elemen masyarakat yang baik dimana dapat dimulai dengan hal-hal terkecil, yaitu tidak melanggar aturan dengan se-enaknya yang menjadi kebiasaan seperti tidak melanggar tata tertib lalu lintas, dan sebagainya.


DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar