Pages

Jumat, 26 Desember 2014

IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA : Iklan Peralihan Yang Dilakukan Oleh Sejumlah Operator Di Indonesia Yang Dianggap Mengganggu Dan Merampas Hak Pengguna

ABSTRAK

Irriyanti. 18211536
IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA : Iklan Peralihan Yang Dilakukan Oleh Sejumlah Operator Di Indonesia Yang Dianggap Mengganggu Dan Merampas Hak Pengguna
Jurnal. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014


Iklan bisa menjadi cara yang efektif dari segi biaya untuk mendistribusikan pesan, baik dengan tujuan membangun preferensi merek atau mendidik orang. Bahkan dalam lingkungan media yang penuh tantangan saat ini, iklan yang baik akan menghasilkan hasil yang memuaskan, seharusnya produsen melihat kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen.
Etikanya, orang yang memasang iklan harus izin. Karena jika tidak, media harus bertanggung jawab atas semua konten dalam medianya.

Estetikanya, iklan menggunakan kreativitas dan semenarik mungkin agar konsumen tertarik membeli produk barang dan jasa yang dipromosikan, serta merasa puas dan produsen mendapatkan manfaat dari produk yang dibeli konsumen.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Periklanan adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari bisnis modern. Iklan dianggap cara ampuh untuk menonjol dalam persaingan.

Fenomena periklanan ini menimbulkan pelbagai masalah yang berbeda. Salah satu masalah periklanan adalah masalah yang berasal dari konteks sosio-kultural dimana iklan-iklan yang setiap hari secara massal dan intensif dicurahkan di atas masyarakat melalui berbagai media komunikasi, pada umumnya tidak mendidik, tetapi sebaliknya justru menyebarluaskan selera yang rendah. Ditegaskan pula bahwa bisnis periklanan memamerkan suatu suasana hedonistis dan materialistis.

Iklan bukan saja menyesatkan dengan berbohong, tetapi juga dengan tidak mengatakan seluruh kebenaran, misalnya mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting untuk diketahui. Selain karena berbohong, iklan bisa bersifat tidak etis juga karena penipuan. Dalam konteks ini berbohong dan menipu tidak selamanya sama. Berbohong selalu berlangsung dalam rangka bahasa, baik lisan maupun tertulis. Sedangkan penipuan cakupannya lebih luas. Penipuan bisa berlangsung dalam rangka bahasa, tetapi juga bisa dilakukan dengan cara lain.

Jika proses penipuan dilakukan secara terus terang dan meningkat, maka lambat laun iklan tersebut akan menghancurkan jaringan kemitraan.

Berdasarkan uraian di atas, jurnal ini akan membahas tentang iklan dalam etika dan estetika khususnya pada iklan peralihan yang dilakukan oleh sejumlah operator di Indonesia yang dianggap mengganggu dan merampas hak pengguna.

1.2     Rumusan dan Batasan Masalah


1.2.1  Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, penulis merumuskan masalah, yaitu “bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen?”

1.2.2  Batasan Masalah


Penulis membatasi masalah yakni hanya mencakup mengenai iklan dalam etika dan estetika.

1.3    Tujuan Masalah


Tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen.


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1     Kerangka Teori

2.1.1  Pengertian Periklanan

Menurut Kotler, “Periklanan (advertising) adalah semua bentuk terbayar atas presentasi nonpribadi dan promosi ide, barang atau jasa oleh sponsor yang jelas.” Iklan bisa menjadi cara yang efektif dari segi biaya untuk mendistribusikan pesan, baik dengan tujuan membangun preferensi merek atau mendidik orang. Bahkan dalam lingkungan media yang penuh tantangan saat ini, iklan yang baik akan menghasilkan hasil yang memuaskan.

2.1.2  Tujuan Iklan

Tujuan iklan (advertising goal) adalah tugas komunikasi khusus dan tingkat pencapaian yang harus dicapai dengan pemirsa tertentu dalam jangka waktu tertentu.

Tujuan iklan dapat diklasifikasikan menurut tujuannya, sebagai berikut :
  • Iklan informatif. Bertujuan menciptakan kesadaran merek dan pengetahuan tentang produk atau fitur baru produk yang ada.
  • Iklan persuasif. Bertujuan menciptakan kesukaan, preferensi, keyakinan, dan pembelian produk atau jasa.
  • Iklan pengingat. Bertujuan menstimulasikan pembelian berulang produk dan jasa.
  • Iklan penguat. Bertujuan meyakinkan pembeli saat ini bahwa mereka melakukan pilihan tepat.
2.1.3  Fungsi Iklan


Sonny Keraf membagi fungsi iklan dalam dua hal yaitu :
  1. Iklan sebagai pemberi informasi. Iklan sebagai pemberi informasi artinya iklan adalah media yang menjembatani antara produsen dan konsumen. Selain itu, bagi konsumen iklan adalah cara untuk membangun citra atau kepercayaan terhadap dirinya.
  2. Iklan sebagai pembentuk pendapat umum. Iklan sebagai pembentuk pendapat umum dipakai oleh propagandis sebagai cara untuk mempengaruhi opini publik.
Fungsi yang pertama dan kedua memiliki cara kerja yang kuat secara psikologis bagi calon konsumen. Jika sudah terbentuk dalam pola pikir yang melekat, maka itu akan membahayakan konsumen yang hanya tertarik pada alat-alat promosi.

2.1.4   Prinsip-prinsip Dasar Iklan


Prinsip-prinsip dasar iklan tersebut perlu diketahui sebelum membuat atau mengiklankan usaha bisnis agar iklan yang dibuat nantinya tidak melenceng dari tujuan. Ada beberapa prinsip dasar iklan antara lain :
  • Adanya pesan tertentu. Dalam sebuah iklan, pasti ada pesan tertentu yang tersirat untuk pihak lain. Pesan yang disampaikan dalam sebuah iklan dapat berbentuk perpaduan antara pesan verbal dan pesan nonverbal.Pesan verbal adalah pesan yang disampaikan dalam bentuk kata-kata. pesan verbal dapat disampaikan melalui media cetak ataupun audio visual.Komunikasi nonverbal adalah proses komunikasi ketika pesan yang disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan  gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan kontak mata,  penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, simbol-simbol, serta  cara berbicara seperti intonasi, kualitas suara, gaya emosi dan lain sebagainya.
  • Dilakukan oleh komunikator (sponsor). Ciri sebuah iklan adalah bahwa pesan tersebut dibuat dan disampaikan oleh komunikator atau sponsor tertentu secara jelas dan mempunyai makna.
  • Dilakukan dengan cara nonpersonal. Nonpersonal artinya tidak dalam bentuk tatap muka secara langsung,  tetapi melalui sebuah media. Penyampaian pesan dapat disebut iklan bila dilakukan melalui media, baik itu media cetak atau audio visual seperti koran dan televisi.
  • Disampaikan untuk khalayak tertentu. Sasaran khalayak yang dipilih tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa pada dasarnya setiap kelompok memiliki keinginan, kebutuhan, karakteristik, dan keyakinan tertentu terhadap sesuatu. Dengan demikian, pesan yang diberikan harus dirancang khusus sesuai dengan target khalayak.
  • Dalam penyampain pesan dilakukan dengan cara membayar. Dalam kegiatan periklanan, istilah membayar sekarang ini harus dimaknai secara luas. Sebab, kata membayar tidak saja dilakukan dengan alat tukar uang, tetapi juga dengan cara barter berupa ruang, waktu, dan kesempatan.
  • Penyampaian pesan tersebut, mengharapkan dampak tertentu. Semua iklan yang diciptakan dapat dipastikan memiliki tujuan tertentu, yaitu berupa dampak tertentu di tengah khalayak, misalnya saja agar khalayak mengikuti pesan iklan, seperti membeli produk tertentu dengan segera, setia menggunakan produk yang diiklankan dan lain sebagainya.
2.1.5  Pengertian Etika


Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai  dan  moral  pribadi  perorangan  dan  konteks  sosial menentukan  apakah  suatu  perilaku  tertentu  dianggap  sebagai  perilaku  yang  etis  atau  tidak etis.

Menurut Magnis-Suseno menyatakan bahwa etika dan ajaran moral tidak berada disatu tingkat yang sama. Ajaran moral menetapkan bagaimana manusia harus hidup, apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak. Sedangkan etika membantu seseorang untuk mengerti mengapa ia harus mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana ia dapat mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral.

Dengan kata lain, etika sebagai ilmu menuntut manusia untuk berperilaku moral secara kritis dan rasional.

2.1.6  Pengertian Estetika

Estetika dan etika sebenarnya hampir tidak berbeda. Etika membahas masalah tingkah laku perbuatan manusia (baik dan buruk). Sedangkan estetika membahas tentang indah atau tidaknya sesuatu. Tujuan estetika adalah untuk menemukan ukuran yang berlaku umum tentang apa yang indah dan tidak indah itu. Yang jelas dalam hal ini adalah karya seni manusia atau mengenai alam semesta ini. Seperti dalam etika dimana kita sangat sukar untuk menemukan ukuran itu bahkan sampai sekarang belum dapat ditemukan ukuran perbuatan baik dan buruk yang dilakukan oleh manusia. Estetika juga menghadapi hal yang sama, sebab sampai sekarang belum dapat ditemukan ukuran yang dapat berlaku umum mengenai ukuran indah itu. Dalam hal ini ternyata banyak sekali teori yang membahas mengenai masalah ukuran indah itu. Zaman dahulu kala, orang berkata bahwa keindahan itu bersifat metafisika (abstrak). Sedangkan dalam teori modern, orang menyatakan bahwa keindahan itu adalah kenyataan yang sesungguhnya atau sejenis dengan hakikat yang sebenarnya bersifat tetap. 

2.1.7  Iklan yang Berestetika
  • Estetis. Estetis berkaitan dengan kelayakan, kepada siapa iklan itu ditujukan siapa target marketnya, siapa target audiennya, kapan iklan terebut harus ditayangkan.
  • Estetika. Berkaitan dengan keindahan. Selain nilai etis iklan juga harus mengandung daya tarik seni, estetika.
Agar iklan itu match, dan tidak membosankan selain itu iklan dengan estetika yang baik, juga akan mengundang daya tarik khalayak (desire) untuk memperhatikan iklan tersebut dan kemudian melakukan action membeli dan menggunakan produk tersebut.

2.1.8  Penilaian Etis Terhadap Iklan

Prinsip-prinsip etis memang  penting,  tapi  tersedianya  prinsip-prinsip  etis  ternyata  tidak  cukup  untuk menilai  moralitas  sebuah  iklan.

Menurut Bertens, ada  beberapa  faktor  yang  harus dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip-prinsip etis dalam periklanan :
  • Maksud si pengiklan. Penilaian  etis  atau  tidaknya  suatu iklan  tentu  saja  berkorelasi  kuat dengan  maksud  si  pengiklan, apabila  maksud  si  pengiklan  sudah tidak  baik,  maka  sudah  dapat dipastikan bahwa iklannya pun juga akan  sulit  dianggap  etis  oleh masyarakat.
  • Isi iklan. Selain  maksud  si  pengiklan,  suatu iklan akan menjadi tidak etis apabila isi  iklan  tersebut  kurang  baik, misalnya saja iklan tentang minuman keras,  terutama  apabila  disiarkan  di Negara  yang  menjunjung  tinggi  adat ketimuran  seperti  Indonesia  ini.  Ada juga  kontroversi  iklan  mengenai produk  yang  merugikan  kesehatan masyarakat,  apalagi  kalau  bukan rokok.  Pemerintah  dapat  mengambil tindakan  tegas  untuk  melarang  iklan rokok  yang  ada  dengan  tujuan  agar masyarakat  tidak  terpengaruh  oleh rokok,  terutama  generasi  muda  dan remaja. Namun di  sisi  lain  rokok boleh  diperjualbelikan  dengan  legal, tentunya  akan  menuai  banyak  protes ketika iklan  tentang  rokok  dilarang. Dalam  hal seperti ini konsumen sendirilah yang harus memfilter iklan-iklan tersebut, dapat mempertimbangkan penggunaannya bagi  kesehatannya,  terutama  resiko yang  didapat  daripada  manfaat  yang diperoleh.
  • Keadaan publik yang tertuju. Dalam  membuat  iklan,  pastilah  sang produsen menargetkan iklannya tepat sasaran,  yaitu  tepat  mengena  pasar konsumen  tertentu  yang  dituju, misalnya  iklan  mobil  menargetkan iklannya  dapat  menarik  bagi masyarakat  golongan  menengah  ke atas  (karena  secara  realitas merekalah  yang  mampu  membeli). Hal  ini  apabila  penyampaiannya kurang  tepat,  maka  dapat menimbulkan  perkara  etika  bagi golongan  masyarakat  dibawahnya. Apakah  etis  jika  ada  iklan  tentang mobil  yang  mewah  di tengah-tengah keadaan  masyarakat  yang  sedang kacau  dan  mayoritas  berada  di bawah  garis  kemiskinan ? Karena dengan  adanya  iklan  semacam  ini, maka garis pemisah antara penduduk kaya  dan  miskin  akan  semakin  tebal.
  • Kebiasaan di bidang periklanan. Periklanan  selalu  dipraktekkan dalam  rangka  suatu  tradisi,  dimana dalam  tradisi  itu,  orang  sudah  biasa dengan  cara  tertentu  disajikannya iklan.  Sudah  ada  aturan  main  yang disepakati  secara  implisit  atau eksplisit  dan  yang  seringkali  tidak dapat  dipisahkan  dari  etos  yang menandai  masyarakat  itu.     
2.1.9  Pengontrolan Terhadap Iklan



Karena  kemungkinan  dipermainkannya kebenaran  dan  terjadinya  manipulasi merupakan  hal-hal  rawan  dalam  bisnis periklanan, maka perlu adanya kontrol  yang tepat  yang  dapat  mengimbangi  kerawanan tersebut. Menurut Bertens, kontrol terhadap iklan, antara lain :
  • Kontrol oleh Pemerintah. Disini  terletak  tugas  penting  bagi pemerintah,  yang  harus  melindungi masyarakat  konsumen  terhadap keganasan  periklanan.  Di  Indonesia iklan  tentang  makanan  dan  obat diawasi  secara  langsung  oleh BPPOM.
  • Kontrol oleh para pengiklan. Dilakukan  dengan  menyusun sebuah  kode  etik,  sejumlah  norma dan  pedoman  yang  disetujui  oleh profesi  periklanan  itu  sendiri.  Di Indonesia  kita  kita  memiliki  tata karma  dan  tata  cara  periklanan Indonesia  yang disempurnakan (1996) yang dikeluarkan oleh AMLI (Asosiasi  Perusahaan Media  Luar Ruang  Indonesia),  ASPINDO (Asosiasi  Pemrakarsa  dan Penyantun  Iklan  Indonesia),  PPPI (Persatuan  Perusahaan  Periklanan Indonesia),  SPS  (Serikat  Penerbit Surat Kabar). Pengawasan kode etik ini  dipercayakan  kepada  KPI (Komisi Periklanan Indonesia) yang terdiri  atas  unsur  semua  asosiasi pendukung  dari  tata  karma  tersebut.
  • Kontrol oleh masyarakat. Beberapa  lembaga  juga  turut menggalakkan etika periklanan, yaitu YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia)  dan  lembaga  pembinaan dan  perlindungan  konsumen. Lembaga-lembaga  tersebut  sebagai pengontrol  atas  kualitas dan kebenaran  periklanan.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1  Metode Penelitian



Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mencari informasi dari berbagai sumber untuk menjawab rumusan dan tujuan masalah.

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1  Pembahasan


Di Indonesia, sangat menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika pada setiap perilaku kehidupan sehari-hari. Tentunya hal ini membuat para pelaku iklan juga harus mematuhi apa saja yang telah diatur dalam UU Penyiaran atau UU Pariwara Indonesia yang telah diatur agar sejalan dengan nilai-nilai sosial-budaya masyarakat. Oleh karena itu dibuatlah Etika Pariwara Indonesia (EPI) yang merupakan sekumpulan nilai dan pola laku moralitas periklanan, lebih lagi  memiliki  arti  penting  bagi  mereka  yang  di  pasar. EPI ini mengukuhkan adanya kepedulian yang setara pada industri periklanan, antara  keharusan  untuk  melindungi  konsumen  atau  masyarakat,  dengan keharusan untuk dapat melindungi para pelaku periklanan agar dapat berprofesi dan  berusaha dan  memperoleh  imbalan  dari  profesi  atau  usaha  tersebut  secara wajar.

Sepanjang  yang  menyangkut  periklanan,  EPI  ini  menjadi  induk  yang memayungi semua standar etika periklanan intern yang terdapat pada kode etik masing-masing asosiasi atau lembaga pengemban dan pendukungnya.

Menurut EPI, iklan dan pelaku periklanan harus :
  • Jujur, benar, dan bertanggung jawab
  • Bersaing secara sehat
  • Melindungi  dan  menghargai  khalayak,  tidak  merendahkan  agama,     budaya,  negara,  dan  golongan,  serta    tidak  bertentangan  dengan  hukum yang berlaku
Berikut adalah contoh kasus iklan yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak pribadi periklanan, yaitu iklan  tidak  boleh  menampilkan  atau  melibatkan  seseorang  tanpa terlebih  dahulu  memperoleh  persetujuan  dari  yang  bersangkutan, kecuali dalam penampilan yang bersifat massal, atau sekadar sebagai latar,  sepanjang  penampilan  tersebut  tidak  merugikan yang bersangkutan juga menyangkut iklan yang melanggar etika :

Pertumbuhan pengguna perangkat mobile di Indonesia diakui sangat tinggi di Indonesia. Bahkan, menurut survei lembaga Gfk, Indonesia dinobatkan sebagai pengguna smartphone terbesar di Asia Tenggara.

Hal tersebut tentunya membuka peluang bagi para mobile marketer untuk menggaet calon pelanggannya melalui media digital, khususnya smartphone. Namun, para pengiklan mobile hendaknya juga bertanggung jawab dan memperhatikan etika dalam beriklan melalui mobile. Selain itu, para stakeholders juga harus tahu etika.

Saat ini seringkali muncul iklan mobile yang kontennya dirasa kurang tepat, seperti iklan mobile yang tiba-tiba muncul saat pengguna membuka halaman web tertentu. Iklan yang ditampilkan pun kadang memuat foto-foto yang sensual.
Padahal, dengan menyasar pengguna mobile, iklan tersebut bisa diterima oleh pengguna dari semua kalangan umur.

Kasus di atas adalah sebuah kasus dimana iklan tersebut dianggap sebagai iklan peralihan. Iklan peralihan ini umumnya mempunyai dua bentuk, yakni interstitial ads dan offdeck ads. Jenis yang pertama biasanya ditayangkan dalam satu layar penuh sebelum pengguna masuk ke halaman situs yang dituju. Sementara itu, offdeck ads merupakan format iklan yang disisipkan di bagian atas halaman sebuah situs.

Keberadaan iklan tersebut tidak hanya mengganggu masyarakat, tetapi juga merugikan pemilik media.

Etikanya, orang yang memasang iklan harus izin. Maka, dalam aturan baru semua penayangan harus mendapat persetujuan. Karena jika tidak, media harus bertanggung jawab atas semua konten dalam medianya.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1  Kesimpulan



Berdasarkan uraian pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut  :
  • Pertumbuhan pengguna perangkat mobile di Indonesia diakui sangat tinggi di Indonesia.
  • Hal tersebut tentunya membuka peluang bagi para mobile marketer untuk menggaet calon pelanggannya melalui media digital, khususnya smartphone. Para pengiklan mobile hendaknya juga bertanggung jawab dan memperhatikan etika dalam beriklan melalui mobile. Selain itu, para stakeholders juga harus tahu etika.
  • Saat ini seringkali muncul iklan mobile yang kontennya dirasa kurang tepat, seperti iklan mobile yang tiba-tiba muncul saat pengguna membuka halaman web tertentu. Iklan yang ditampilkan pun kadang memuat foto-foto yang sensual. Ini disebut sebagai iklan peralihan dimana keberadaan iklan tersebut tidak hanya mengganggu masyarakat, tetapi juga merugikan pemilik media. 
5.2  Saran


Dalam mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dalam hal ini adalah promosi dalam bentuk iklan, yaitu cara yang efektif dari segi biaya untuk mendistribusikan pesan, baik dengan tujuan membangun preferensi merek atau mendidik orang. Bahkan dalam lingkungan media yang penuh tantangan saat ini, iklan yang baik akan menghasilkan hasil yang memuaskan, seharusnya produsen melihat kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen.

Iklan dan pelaku periklanan harus :
  • Jujur, benar, dan bertanggung jawab
  • Bersaing secara sehat
  • Melindungi  dan  menghargai  khalayak,  tidak  merendahkan  agama,       budaya,  negara,  dan  golongan,  serta    tidak  bertentangan  dengan  hukum yang berlaku
Etikanya, orang yang memasang iklan harus izin. Karena jika tidak, media harus bertanggung jawab atas semua konten dalam medianya.

Estetikanya, iklan menggunakan kreativitas dan semenarik mungkin agar konsumen tertarik membeli produk barang dan jasa yang dipromosikan, serta merasa puas dan produsen mendapatkan manfaat dari produk yang dibeli konsumen.

DAFTAR PUSTAKA

Keraf, Sonny. 2008. Etika Bisnis. Yogyakarta : Kanisius.
Kotler, Philip. 2008. Manajemen Pemasaran. Jakarta : Erlangga.
http://satucitra.co.id/unduh/Etika-Pariwara-Indonesia.pdf
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=116979&val=5330&title=
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/09/10/154108026/Dewan.Periklanan.Indonesia.Iklan.Peralihan.Tidak.Etis
http://tekno.kompas.com/read/2014/10/08/16000027/iklan.peralihan.disebut.pelanggaran.pidana.berat
http://prantisayekti.files.wordpress.com/2011/08/etika-dan-estetika-periklanan.pptx
http://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=904&res=jpz



Tidak ada komentar:

Posting Komentar